Jabar

Reog Ponorogo Ikut Warnai Festival Jampana Di Desa Cibiru

BANDUNG – Berawal dari kegelisahan diera modern yang menggusur adat dan kebudayaan, Desa Cibiru memiliki cara unik untuk menghidupkan nilai-nilai sosial dan budaya yang ada di masyarakat, salah satunya dengan menggelar Festival Jampana pada Sabtu (28/9) di Rw 01 Cisurupan, Cibiru Bandung.

Ayi Sutarsa, Camat Cibiru adalah penggagas acara Festival Jampana. Menurutnya tradisi ini harus tetap terjaga dan di kenal di kalangan milenial, “Jampana adalah tandu, tetapi dahulu itu berisikan hasil bumi seperti padi, singkong, dan segala macam sayuran, tetapi sekarang sudah jarang, di Cibiru hanya daerah dataran tinggi saja yang meghasilkan hasil bumi namun sekarang dikemas dengan banyak kreatifitas, seperti makanan olahan, jadi bergeser dari hasil bumi ke makanan olahan”, jelas Camat Cibiru seraya menambahkan, kebanyakan yang di tampilkan di Festival Jampana adalah makanan olahan, seperti yang di tandu berbentuk rumah kecil/saung tetapi gentengnya memakai kerupuk, karena padi sudah sedikit, jadi menggunakan makanan olahan, kemudian dengan buah-buahan menjadikan kesan unik, acara ini sebagai tanda rasa sukur yang pada akhirnya tetap di nikmati oleh para peserta karena di dalam jampana itu sendiri ada tumpeng untuk di santap oleh pengiring Jampana itu sendiri.

“Saya menginginkan tradisi lama harum kembali, karena dulu sebelum Ujungberung berpisah dengan Cibiru kebudayaan-kebudayaan itu yang terkenal adalah Ujungberung, padahal Ujungberung salah satu desanya adalah Cibiru, namun pada saat Ujungberung terpisah dengan Cibiru, kenyataannya Cibiru yang paling kaya dengan budayanya, ada 63 komunitas seni mulai dari pencak silat, calung, dan sebagainya maka saya ingin mengangkat nilai-nilai kebudayaan kembali, bagaimanpun caranya” Kata Camat Cibiru.

Dengan banyaknya antusias dari para warga di wilayah lingkup kecamatan Cibiru, Ayi mengkerahkan seluruh Rw se-Kecamatan Cibiru untuk rapat acara Festival Jampana. “Karena banyaknya minat dan atusiasme dari para warga akhirnya di festivalkan, dulu itu pernah dilombakan, tetapi karena ada yang dimenangkan da ada yang dikalahkan, kita sebagai pihak Kecamatan tidak enak, mereka mau berpartisipasi saja kita sudah sangat besyurukur dan kita menyerahkan kepada para Rw setempat apabila ada yang ingin partisipasi,” jelas Ayi.

“Dari sebanyak 63 Rw ada 55 Rw yang ikut memeriahkan acara Jampana, berkumpul di lapang Rw 01 Cisurupan, kemudian berputar memamerkan Jampana nya, di lokasi titik kumpul tersebut ada kegiatan yang menampilkan kesenian, bahkan ada yang menyumbang kesenian berupa Reog Ponorogo yang turut bergabung,” terang Ayi.

Selain itu juga, lanjut Ayi, acara ini tidak lepas dari beberapa factor penghambat karena lahan yang kurang luas, para peserta yang terlambat, dan membuat macet jalan raya khusunya di daerah Cibiru pada Sabtu (28/9) Pagi,

“Kita berusaha memperkenalkan jampana keribuan masa namun kita tidak memiliki lahan dan tempat yang memadai tidak seperti di daerah lain yang memiliki tempat yang luas sehingga leluasa menggelar acara, ada kesulitan peserta yang datangnya silih bergilir, sebetulnya keberatan juga karena membuat macet oleh para peserta yang membeludak dijalan raya sebab rata-rata satu jampana itu pengiringnya 20-30 orang menuju titik kumpul,”ungkapnya.

Acara dapat sedikit dimeminimalisir karena para peserta dapat diatur tidak terlalu melebar dijalan raya. Saat bubarnya acara kami menghimbau para peserta pulang tidak ke jalan raya melainkan ke jalan-jalan desa.
(Ihsan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.